TEORI
HUMAN CAPITAL MENJAWAB PERMASALAHAN KEMISKINAN ATAU MALAH MEMBUAT PENDIDIKAN
SEBAGAI AJANG KOMERSIALISASI
A.
Rasionalitas
Manusia merupakan sumber daya nyata
yang menjadi banyak pusat perhatian bagi banyak kalangan. Pada hakikatnya,
manusia memiliki peran yang besar dalam menentukan kemajuan sebuah organisasi
karena disini manusia yang menggerakkan serta menjalankan organisasi tersebut.
Di lingkungan organisasi, human capital
masih belum banyak dianut oleh para pelaku organisasi. Menurut Stewart
(2998:45) dalam Sawurjuwono dan Kadir (2003:19), menjelaskan bahwa human capital merupakan lifeblood dalaam
modal intelektual, serta sumber dari innovation dan improvemement, akan tetapi
komponen ini sulit untuk diukur. Human
capital mencerminkan kemampuan kolektif suatu organisasi untuk memberikan
solusi terbaiknya berdasarkan knowladge
yang dimilikinya. Human capital ini
mencakup kepada seluruh aspek sumber daya yang dikontribusikan para pelaku
organisasi. Adapun sumberdaya yang dikontribusikan antara lain: fisik, knowladge, dan sosial. Human capital ini menjawab permasalahan
pendidikan sebaagai ajang komersialisasi. Komersial sendiri memiliiki arti
seperti dibisniskan, diuangkan maupun di perdagangkan. Pendidikan sebagai ajang
komersial berarti seringkali diuangkan, misalnya seperti sekolah RSBI, dahulu
sekolah RSBI untuk biaya nya tergolong mahal. Sehingga disini pendidikan
dijadikan komersial ajang atau lahan untuk memperoleh uang sebanyak-banyaknya.
Jadi komersial itu merupakan sesuatu yang awalnya tujuannya bukan bisnis
kemudian dijadikan bisnis jadi dibuat kesempatan untuk memperoleh uang
sebanyak-banyaknya.
Untuk
dasar hukum tentang pelaksanaan SBI/RSBI adalah Undang-Undang No. 20 Tahun
2003, Pasal 50 ayat (3) “Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan
sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan yang bertaraf internasional”. Awal
mula muncul RSBI adalah pada tahun 2006, disini RSBI dianggap belum mampu
menunjukkan indikator perbaikan atau indkator keberhasilannya. Banyak kalangan
yang mengeluarkan kritik karena persoalan biaya yang tinggi. Triwiyanto dan
Sobri (2010) mengemukakan bawasannya permasalahan yang terdapat pada
pengelolaan SBI atau RSBI diantaranya adalah komodifikasi dalam SBI, status
akreditasi SBI yang mahal, kurikulum yang masih mencari porsi ideal (nasional
atau internasional), proses pembelajaran SBI, status akreditasi yang masih
mahal, penilaian SBI yang masih terdapat banyak kendala, serta sarana dan
prasarana yang masih hanya sekedar penguatan citra sekolah. Sehingga dengan
adanya label Internasional tersebut dan tata kelola yang menghabiskan biaya atau
budget yang tinggi dijadikan sebagai
ajang komersial untuk menarik biaya pungutan yang sebanyak-banyaknya keppada
orangtua peserta didik dengan alasan untuk pemenuhan sarana prasarana. Oleh
karena itu, dalam paper nantinya
penulis akan menyampaikan solusi-solusi yang dapat diterapkan dalam memecahkan
permasalahan-permasalahan tersebut.
B.
Kontens
Tentunya
banyak kalangan yang menyayangkan munculnya sekolah RSBI yang menimbulkan
banyak keresahan di pikiran banyak orangtua peserta didik. Dengan adanya banyak
kritikan serta masukan yang disuarakan oleh orangtua peserta didik, hal ini
ditindak lanjutkan dengan mengajukan Judicial Review Pasal 50 ayat 3 UU No. 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjadi dasar berdirinya
RSBI atau SBI yang kemudian dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Masih
terdapat banyak kelemahan maupun kendala yang terjadi di lapangan sehingga
untuk pelaksanaan RSBI banyak mengalami protes dari berbagai kalangan. Fitz-enz
dalam Prasojo, dkk (2017:411) menjelaskan tiga aspek yang penting dalam
mempersiapkan sumber daya manusia sebagai human
capital yang diantaranya adalah: 1) memahami kebutuhan pelanggan atau outcomer dalam sector public tentunya customer
yang dimaksud adalah masyarakat, 2) menetapkan kompetensi serta beberapa sumber
daya manusia yang berperan dalam memainkan fungsinya dalam pelayanan kepada
masyarakat tersebut, 3) mengembangkan rantai kapabilitas yang berkesinambungan
dalam penyediaan sumber daya manusia baik dari aspek kualitas maupun kuantitas
guna mendukung peran yang telah ditentukan tersebut. Akhirnya Mahkamah
Konstitusi (MK) menghapuskan RSBI dengan alasan: 1) MK tidak menafikan
pentingnya bahasa Inggris, tetapi istilah internasional sangat berpotensi
mengikis kebudayaan dan bahasa Indonesia, 2) lulusan pendidikan yang dihasilkan
RSBI atau SBI merupakan siswa yang berpestasi, akan tetapi tidak harus berlabel
bestandar internasional.
Sebagai
pelaku organisasi, seharusnya manusia tidak hanya berlomba-lomba untuk mencari
keuntungan semata. Akan tetapi juga harus memperhatikan aspek-aspek lainnya. Kedudukan
manusia yang menjalankan peran sebagai pelaksana organisasi serta sebagai
penentu bagi kemajuan suatu organisasi sudah seharusnya menjalankan amanah nya
dengan seadil-adilnya dan mempertimbangkan setiap keputusan-keputusan yang
diambil untuk baik buruk untuk kedepannya.
C.
Penutup
Sebaiknya
pemerintah dalam membentuk kebijakan publik lebih memperhatikan lagi
tahapan-tahapannya. Disini pemerintah harus memastikan akses pendidikan yang
tidak memberatkan para orrangtua peserta didik agar tidak terjadi kekacuan dan
kegaduhan yang terjadi diluar sana. Selain itu, manusia sebagai pelaku
organisasi maupun yang berperan dalam suatu organisasi, sebaiknya tidak
menjadikan pendidikan sebagai ajang meraih keuntungan sebesar-besarnya, jika
tujuan atau fokus utamanya hanya itu maka kebijakan tersebut tidak akan
berlangsung lama di dunia pendidikan.
DAFTAR RUJUKAN
Prasojo, Mukminin & Mahmudah.
2017. Manajemn Strategi Human Capital
Dalam Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press
Sawurjuwono, T., dan A. P. Kadir.
2003. Intelectual Capital: Perlakuan, Pengukuran, dan Pelaporan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. 5 (1)
(Online). (jurnalakuntansi.petra.ac.id). diakses 20 Maret 2019
Triwiyanto
dan Sobri. 2010. Panduan Mengelola
Sekolah Bertaraf Internasional. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
0 komentar:
Posting Komentar