TEORI BELAJAR HUMANISTIK DAN PENERAPANNYA
MENURUT CARLR R. ROGERS DAN HABERMAS
A.
Hakikat Teori Belajar Humanistik Menurut Carl R. Roger
Berikut akan dipaparkan sub bab – sub bab dalam mengkaji hakikat
teori belajar humanistik menurut Carl R. Roger.
1. Pengertian
Teori Belajar Humanistik
Imron (1995:12) mengatakan bahwa salah seorang tokoh psikologi
humanistik, Carl R. Rogers memiliki asumsi bahwa siswa yang belajar hendaknya
tidak dipaksa, melainkan belajar dengan bebas. Selain itu, siswa juga
diharuskan mandiri serta dapat membebaskan dirinya, agar dapat mengambil
keputusan secara mandiri dan berani bertanggung jawab atas keputusan-keputusan
yang telah dibuat. Dengan demikian, anak dicetak sebagai dirinya sendiri dan
tidak bergantung pada orang lain. Ia diibaratkan sebagai arsitek bagi dirinya
sendiri, sehingga mampu mengatur dan mengelola diri sendiri.
Psikologi humanistik berkeyakinan bahwa anak termasuk mahkluk yang
unik, beragam, serta berbeda antara satu dengan yang lainnya. Keberagaman
tersebut yang membuat masing-masing individu memiliki sisi unik yang berbeda
dan bervariasi. Dengan demikian, seorang pendidik atau guru tidak membentuk anak seperti robot yang
seorang guru kehendaki, melainkan membantu memantapkan visi yang telah ada pada
anak itu sendiri. Keberagaman anak tidak saja dari segi lahir melainkan yang
utama adalah dari segi batinnya. Oleh karena itu, pemahaman terhadap karakter
anak tidak dapat dilakukan dengan menggunakan perspektif orang yang memahami,
melainkan dengan persfektif orang yang dipahami.
2.
Karakteristik Significant Learning
Dalam teori belajar humanistik yang diusung oleh Carl R. Rogers
terdapat istilah significant learning.
Fink (t.t:1) menyatakan bahwa signifacnt
learning merupakan proses pembelajaran yang pada saat proses perencanaan,
guru memikirkan jenis dan model pembelajaran apa yang akan diterapkan pada
proses pembelajaran di kelas. Hal ni, agar proses pembelajaran yang berlangsung
di kelas benar-benar signifikan dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh
siswa.Berikut karakteristik significant
learning menurut Carl R. Rogers dalam Farida (1999:3) yaitu:
a. Ada keterlibatan individu. Keseluruhan
individu harus terlibat dalam proses belajar baik aspek kognitif maupun afektif.
b. Inisiatif belajar timbul dari dalam diri
individu sendiri. Meskipun stimulus datang dari luar, akan tetapi keinginan
untuk memahami dan mengerti serta menemukan harus timbul dalam diri individu
sendiri.
c. Hasil belajarnya meresap dalam diri individu.
Dari sekian banyak rupa hasil belajar yang diterima seseoraang dapat
menyebabkan perubahan pada perilaku, sikap, bahkan kepribadian pada individu
tersebut.
d. Hasil belajar dievaluasi oleh individu
sendiri. Farida (1999:3) mengatakan bahwa individu hendaknya mampu mengoreksi
apa saja kesalahan atau kekurangan pada dirinya sendiri, sehingga bisa
memperbaikinya agar menjadi lebih baik dari sebelumnya.
e. Pengalaman belajar merupakan sesuatu yang
berarti bagi individu. Sahakian (1976) dalam Farida (1999:5) menyatakan bahwa
penerapan proses significant atau experiental learning dapat dilihat pada
seorang remaja yang sedang mengeksplor atau mencari tahu mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan apa yang menjadi minatnya. Maka, lahirlah sebuah pertanyaan
tentang bagaimana langkah tepat dalam menstimulasi significant learning pada siswa. Menurut Rogers, hal ini dapat
dilakukan dengan cara mengganti sistem pendidikan konvensional dengan sistem
pendidikan yang baru dengan aktivitas belajar yang tidak ditentukan oleh
kurikulum akan tetapi oleh siswa. Rogers juga tidak menyetujui adanya tes-tes
yang diberikan kepada siswa. Baginya, tujuan pendidikan merupakan suatu hal
yang terpenting dan pendidikan seharusnya membantu siswa untuk mengembangkan
sikap percaya diri dalam belajar. Bukan justru menghasilkan individu-individu
yang ‘lumpuh’ dan tidak mampu mengandalkan dirinya sendiri melalui rasa
bersalah saat gagal menyelesaikan tes.
3.
Tujuan Pendidikan Humanistik
Rogers dalam Farida (1999:5) lebih lanjut memberi sebuah penjelasan,
yakni dengan significant learning, individu memiliki
karakteristik-karakteristik sebagai berikut.
a. Mampu memfungsikan semua potensi yang ada
dalam dirinya secara luas dan bebas.
b. Realistis, yakni mampu menempatkan dirinya di
segala situasi dan kondisi, serta bertingkah laku secara tepat di
lingkungannya.
c. Kreatif, yaitu bentuk spesifikasinya tidak
mudah ditebak oleh individu lain serta senantiasa memiliki ide-ide yang
berbeda.
d. Berubah dan berkembang secara terus menerus
serta menemukan hal-hal baru dalam keberhasilannya
Sahakian (1976) dalam Farida (1999:6) menyebutkan bahwa Rogers
berpendapat jika orang-orang yang memiliki karakteristik-karakteristik tersebut
merupakan orang-orang yang mampu mengaktualisikan diri, membuat simbol dari
pengalaman-pengalaman yang telah dilalui secara tepat dalam kesadaran, dan
kemudian memiliki pandangan hidup yang selaras dan seimbang dengan pengalaman
tersebut. Selain itu, orang-orang yang demikian merupakan individu yang
menghargai dirinya sendiri serta memiliki rasa peduli terhadap sesama.
4.
Prinsip-Prinsip Belajar Humanistik
Imron (1955:13) menjelaskan bahwa setidaknya terdapat lima prinsip
yang harus diperhatikan dalam belajar humanistik dari sudut pandang Carl R.
Rogers. Berikut paparan dari kelima prinsip tersebut.
a. Hasrat untuk belajar.
Hasrat untuk belajar merupakan suatu hal yang alamiah bagi manusia.
Hal ini disebabkan oleh rasa keingintahuan manusia mengenai dunia dan isinya.
Hasrat ingin tahu ini kemudian menyebabkan manusia ingin mencari jawaban atas
semua pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam dirinya. Pada saat mencari
jawaban-jawaban inilah manusia akan melalui aktivitas-aktivitas belajar.
b. Hukum penuh makna.
Menurut hukum ini, pengamatan terhadap objek tersebut sangat bermakna
bagi seseorang, baik dalam bentuk, ukuran, warna , dan lain sebagainya.
c.
Hukumkedekatan.
Menurut hukum ini, sesuatu yang berdekatan akan cenderung membentuk
satu kesatuan.
d. Hukum ketutupan.
Menurut hukum ini, hal-hal yang tertutup juga membentuk suatu
kesatuan.
e. Hukum kontinyuitas
Menurut hukum ini, hal-hal yang merupakan kontinyuitas akan membentuk
suatu kesatuan.
5.
Hubungan Guru sebagai Fasilitator dengan Siswa
dalam Pendekatan Humanistik
Sahakian (1976) dalam Farida (1999:14) menjelaskan bahwa dalam
pendekatan humanistik, guru berperan sebagai fasilitator dan siswa juga
merupakan suatu perhatian yang penting. Lantas, agar significant learning dapat berlangsung, Rogers dalam Farida
(1999:14) mengatakan bahwa hubungan antara fasilitator dan siswa harus mendapat
perhatian dan harus dibina. Oleh karena itu, sikap yang penting untuk dimiliki
fasilitator dalam Farida (1999:14) adalah:
a. Kemurnian dan Ketulusan (Realness and Genuiness), yakni penting bagi fasilitator untuk
menjadi diri sendiri dalam berhubungan dengan siswa, tanpa menampilkan
kepura-puraan.
b. Menghargai, menerima, dan mempercayai.
Fasilitator yang melakukan hal ini secara tidak langsung menunjukkan penerimaan
terhadap individu lain sebagai individu yang berbeda dan cukup berharga untuk
dapat dipercaya. Selain itu, seorang fasilitator yang memiliki sikap ini, juga
dapat memahami dan menerima ketakutan atau keragu-raguan siswa dalam menghadapi
suatu problem, serta mau berbagi kepuasan dan kesenangan dengan siswa apabila
mereka berhasil mencapai suatu prestasi.
c. Sahakian (1976) dalam Farida (1999:15)
mengatakan kemampuan untuk memahami perasaan siswa dan mengerti mengapa reaksi
tertentu dimunculkan oleh siswa, serta kepekaan terhadap bagaimana siswa
mengalami proses belajarnya.
B.
Penerapan Teori Belajar Humanistik
Menurut Carl R. Rogers
Menurut Atrisna (t.t:1) belajar pada
dasarnya menekankan pentingnya isi dari proses belajar yang bersifat eklektik
dengan sebuah tujuan yakni memanusiakan manusia atau mencapai aktualisasi diri.
Penerapan teori humanistik Carl R. Rogers dalam pembelajaran, menjadikan guru
lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif (berfikir dari hal-hal khusus
ke umum), mementingkan pengalaman pribadi, serta membutuhkan keterlibatan siswa
secara aktif dalam proses pembelajaran. Hal
inidapat diaplikasikan melalui kegiatan diskusi dan membahas materi pelajaran secara berkelompok,sehingga siswadapatmengemukakan atau menyampaikan pendapat pribadi masing-masing di depan kelas. Guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa apabila siswa tersebut kurang
paham terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan.Pembelajaran berdasarkan teori
humanistik ini sangat sesuai apabila diterapkan pada materi-materi pembelajaran
yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani (perasaan), perubahan sikap,
dan analisis terhadap fenomena lingkungan sosial.Indikator dari keberhasilan
penerapan ini adalah siswa merasa senang, bergairah, dan berinisiatif dalam
belajar, serta terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan mereka
sendiri.
Menurut Wahyudin (2009:88) guru yang baik menurut teori iniadalah guru yang
memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis, serta mampu berhubungan
dengan siswa dengan wajar. Ruang kelas juga harus lebih terbuka dan mampu
menyesuaikan pada perubahan-perubahan yang ada.Sedangkan guru yang tidak
efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah, tidak sabaran, suka
melukai perasaan siswa dengan perkataan yang menyakitkan, otoriter, dan kurang
peka terhadap perubahan yang ada. Teoribelajarhumanistik
Rogers juga menitik beratkan kepada metode student-centered, dengan menggunakan
"komunikasi antar pribadi" yaitu proses pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan cara mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki siswa untuk dapat mengatasi
permasalahan yang dihadapi. Hal yang terpentingbagi Rogers dalam proses pembelajaranadalah proses suasana (emotional approach) dalam suatu belajar bukan hasil dari belajar. Seorang guru harus lebih
tanggap terhadap kebutuhankasihsayangdalam
proses pendidikan. Perasaangembira, tidaktertekan, dannyamanadalahhal yang dinginkandalam proses pembelajaran.
Contoh penerapan teori belajar Rogers menurut Atrisna (t.t:2) diterapkan
pada pembelajaran di Sekolah Alam Jakarta. Peserta
didik mampu
menggabungkan atau mengkaitkan pelajaran dengan kehidupan nyata, juga dapat
mengkaitkan hubungan antar pelajaran yang telah mereka terima di sekolah. Di Sekolah Alam Jakarta tidak hanya peserta didik yang belajar, guru pun juga belajar dari peserta didik sehingga timbul hubungan timbal balik. Begitu pula orang
tua yangjuga belajar dari guru dan peserta
didik. Peserta didik tidak hanya belajar di dalam kelas, tetapi mereka
juga belajar dimana saja dan dari siapa saja. Selain belajar dari buku, Peserta didik juga belajar dari alam sekitarnya. Peserta didik bukan belajar untuk mengejar dan mendapat nilai, tetapi mereka
belajar untuk dapat memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.
Suatu tema di sekolah alam ditegaskan atau
dimunculkan dalam semua mata pelajaran. Dengan demikian, pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran bersifat integratif,
komprehensif, dan aplikatif sekaligus juga dapat memahami kemampuan dasar yang
ingin ditumbuh kembangkan kepada peserta
didik.
Kemampuan-kemampuan tersebut meliputi kemampuan membangun rasa keingintahuan,
melakukan penelitian, membuat hipotesa, serta kemampuan berfikir ilmiah.
Melalui metode spider web, mereka
belajar tidak hanya dengan mendengar penjelasan dari guru, tetapi juga dengan
melihat, menyentuh, merasakan, dan mengikuti keseluruhan proses dari setiap
pembelajaran. Di sini, siswa juga diarahkan untuk memahami potensi dasarnya sendiri.
Setiap anak dihargai kelebihannya dan dipahami kekurangannya. Dengan begitu, berbeda
pendapat dengan guru bukanlah hal yang tabu.
Menurut teori Rogers, dalam kesehariannya di sekolah alam tidak ditemukan
proses belajar dalam artian “formal” dan konvensional sama sekali. Dalam
sekolah alam, rasa keingintahuan peserta
didik dapat
tersalurkan. Apapun keinginan mereka dapat ditemukan di sekolah alam. Peserta didik diberikan kebebasan untuk memuaskan keingintahuan mereka
tanpa dihalangi oleh ruang kelas, seragam, peraturan sekolah yang “mematikan”
daya kreativitas, maupun guru yang terlalu mengatur, sehingga mereka dapat
menemukan sesuatu yang penting dan berarti tentang diri mereka sendiri dan
dunia sekitar dalam kegiatan belajar. Peserta
didik tidak hanya
belajar dari teori-teori yang dijelaskan oleh guru, tapi mereka justru
memperoleh pengetahuan dari apa yang mereka amati dan mereka perhatikan melalui
proses belajar di alam.
Belajar di alam terbuka secara naluriah akan menimbulkan suasana gembira, tanpa
tekanan dan jauh dari kata bosan. Dengan demikian, akan tumbuh
kesadaran pada siswabahwa belajar itu
menyenangkan (learning is fun), dan sekolah pun menjadi identik
dengan hal yang menggembirakan. Peserta didik tidak hanya belajar dengan mendengar penjelasan dari guru, tetapi juga dengan melihat, menyentuh, merasakan
dan mengikuti keseluruhan proses dari setiap pembelajaran. Di sini, peserta didik juga diarahkan untuk memahami potensi dasarnya sendiri
dan belajar secara aktif dan guru berperan sebagai fasilitator. Proses
pembelajaran dilakukan dengan cara mengajak peserta
didik memiliki
logika berpikir yang baik dan mencermati alam sekitarnya yang notabennya
menjadi media belajar dengan metode action
learning dan diskusi.
C.
Hakikat Teori Belajar Humanistik
Menurut Habermas
Berikut akan
dipaparkan sub bab – sub bab dalam mengkaji hakikat teori belajar humanistic menurut
Habermas.
1.
Pengertian Teori Belajar Humanistik
Secara umum, teori humanistik berpendapat bahwa berbagai macam teori
belajar dapat dimanfaatkan, asal mampu mengantarkan manusia mencapai
aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar
secara optimal. Hal ini secara tidak langsung menjelaskan bahwa teori
humanistik bersifat eklektik. Terdapat sejumlah tokoh penganut aliran
humanistik, salah satunya yakni Habermas. Proses belajar menurut Habermas dalam
Budiningsih (2015:73) baru akan terjadi jika terdapat interaksi antara individu
dengan lingkungan belajarnya, yang terdiri atas lingkungan alam dan lingkungan
sosial. Oleh karena itu, Uno (2008:16) dalam Thobroni (2015:136) mengatakan
bahwa interaksi dengan lingkungan maupun sesama manusia sangat mempengaruhi
proses belajar.
2.
Tipe-TipeBelajar Humanistik
Berdasarkan asumsi-asumsi yang telah dibangun sebelumnya terkait teori
belajar humanistik, maka Habermas dalam Budiningsih (2015:73-74) membagi tipe
belajar ke dalam tiga bagian, yakni sebagai berikut.
a.
BelajarTeknis (Technical Learning).
Pada tahap ini, siswa belajar untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Oleh karena itu, ditekankan pada peningkatan keterampilan dan pengetahuan yang
dibutuhkan siswa untuk menguasai dan mengelola alam dengan baik. Oleh karena
itu, Habermas dalam Budiningsih (2015:73) menegaskan bahwa ilmu yang dianggap
penting dalam belajar teknis ialah ilmu-ilmu alam atau sains.
b.
BelajarPraktis (Practical Learning)
Belajar praktis mengajarkan siswa untuk berinteraksi, dengan orang-orang di
sekelilingnya (lingkungan sosial). Pada tahap ini, kegiatan belajar lebih
mengutamakan terjadinya interaksi harmonis antara sesama manusia. Habermas
dalam Budiningsih (2015:74) percaya bahwa pemahaman dan keterampilan seseorang
dalam mengelola lingkungan alamnya tidak dapat dipisahkan dengan kepentingan
manusia pada umumnya. Oleh karena itu, interaksi antara individu dengan
lingkungan alam mampu dikatakan benar, jika relevan dengan kepentingan manusia.
Bidang-bidang ilmu yang terkait dengan sosiologi, komunikasi, psikologi,
antropologi, dan semacamnya sangat diperlukan dalam tahap ini.
c.
BelajarEmansipatoris
(Emancipatoris Learning)
Pada tahap belajar emansipatoris, siswa berusaha mencapai pemahaman sebaik
mungkin tentang perubahan kultural dari suatu lingkungan. Oleh karena itu,
ilmu-ilmu yang berhubungan dengan budaya dan bahasa sangat diperlukan. Menurut
Habermas dalam Budiningsih (2015:74), tahap belajar yang paling tinggi ialah
pada saat siswa mampu memahami dan menyadari transformasi kultural. Hal ini
dikarenakan, transformasi kultural merupakan tujuan pendidikan yang paling
tinggi.
D.
Penerapan Teori Belajar Humanistik
Menurut Habermas
Berikut paparan wujud penerapan teori
belajar humanistic menurut Habermas dalam proses
pembelajaran di sekolah.
1.
Belajar Teknis
Dalam belajar teknis, siswa belajar bagaimana berintegrasi dengan alam
sekitarnya. Oleh karena itu, guru dapat memberikan materi pembelajaran yang
berwawasan lingkungan alam pada siswa, yang dapat disampaikan melalui beberapa
teknik mengajar seperti berikut.
a.
Teknik ceramah, yakni guru dapat menyampaikan secara
lisan kepada siswamengenai tata cara yang tepat dalam mengelolaalam sekitar.
b.
Teknik tanya jawab, yakni guru dapat menanyakan hal-hal
yang berkaitan dengan alam sekitar kepada siswa, kemudian siswa akan
menjawabnya.
c.
Teknik diskusi, dilakukan oleh guru dengan memberikan
permasalahan-permasalahan seputar lingkungan alam dan siswa mencari jalan
keluar dengan melakukan diskusi.
d.
Teknik pemberian tugas, yakni guru dapat memberikan pekerjaan
rumah atau sekolah yang berkaitan dengan lingkungan sekitar kemudian hasilnya
dilaporkan didepan kelas.
e.
Teknik inkuiri, dilakukan dengan cara memberikan
kesempatan kepada siswa untuk meneliti lingkungan sekitar secara mandiri, agar
nantinya mampu memahami hubungannya dengan lingkungan sekitar secara nyata.
2.
BelajarPraktis
Dalam belajar praktis, siswa berintegrasi terhadap diri dan orang-orang
disekelilinnya. Dalam konsep belajar praktis, berikut contoh materi yang dapat
disampaikan oleh guru kepada siswa.
a.
Materi pembelajaran praktis
yang pertama, yakni terkait kebiasaantepatwaktu. Siswa diberi pemahaman bahwa dia
sebagai bagian dari masyarakat perludatangsesuaidenganwaktu
yang sudahdijanjikan atau ditetapkan. Kemudian, siswa diberi contoh
nyata, salah satunya yakni terkait tata tertib sekolah yangmengharuskansiswa datangtepatwaktukesekolah dan kebijakan ini tentu harus
dilaksanakan oleh siswa.
b.
Materi pembelajaran praktis yang kedua, yakni terkait kebiasaan mendengarkan. Guru memberi pemahaman kepada siswa bahwa dia sebagai individu sosial perlu belajar untuk berhenti berbicara dan sungguh-sungguh
mendengarkan saat orang lain berbicara. Kemudian, guru memberi contoh
nyata yakni, saat di kelas,siswa dihimbau untuk belajar mendengarkan
dan memahami materi yang telah diberikan oleh guru.
Melihat kedua contoh materi dalam konsep belajar praktis,
guru mengajarkan datang tepat waktu dan kebiasaan mendengarkan orang lain
berbicara merupakan hal-hal yang harus diterapkan dalam kehidupan sosial.
Keteladan guru, orang tua,dan masyarakat merupakan kunci utama dalam konsep
belajar praktis.
3.
BelajarEmansipatoris
Belajar
emansipatoris lebih menekankan pada usaha seseorang untuk memahami dan
menyadari perubahan atau transformasi budaya dalam lingkungan sosialnya. Oleh
karena itu, disekolah perlu adanya pembelajaran atau bidang ilmu yang berkaitan
dengan budaya dan bahasa, yakni seperti mata pelajaran seni budaya disekolah,
serta mata kuliah pelajaran asing (bahasa inggris, jepang, jerman, prancis,
dll). Hal tersebut tentu bertujuan agar siswa dapat memahami dan menyadari
transformasi budaya.
Salah satu sekolah yang telah menerapkan ketiga tipe belajar tersebut,
yakni SD Al-Furqan Jember. Pada tipe belajar teknis, guru turut memberikan
materi yang sarat akan wawasan lingkungan. Sesekali siswa juga diajak belajar
di halaman, agar siswa mengetahui dan mengenali secara langsung jenis-jenis
tumbuhan yang ada di sekitar dan nantinya mampu memahami bagaimana pola
hubungan yang tepat antara siswa dengan lingkungan alam. Pada implementasi tipe
belajar praktis, guru juga menyelipkan materi yang mampu membantu siswa dalam
mengenali hakikatnya sebagai makhluk sosial. Materi-materi ini teringkas dalam
mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial).
Sedangkan tipe belajar emansipatoris, diwujudkan sekolah dengan menyajikan
sejumlah mata pelajaran seni dan bahasa. Di SD Al-Furqan Jember, siswa tidak
hanya diajak untuk mempelajari bahasa indonesia dan bahasa inggris, melainkan
juga bahasa arab.
BAB
III
PENUTUP
Pada bab ini
diuraikan tentang (a) Simpulan dan (b) Saran.
A.
Simpulan
Carlr
R. Rogers berpendapat bahwa teori
belajar humanistik mengharuskan siswa belajar dengan bebas dan tanpa dipaksa.
Hal ini, tentu bertujuan agar siswa dapat bertanggungjawab atas keputusan yang
diambil. Dalam pendidikan humanistik terdapat pulaproses pembelajaran
signifikan (significant learning),
yang jika dilaksanakan dengan baik oleh guru, maka mampu menjadikan siswa ahli
dalam memfungsikan semua potensi yang dimiliki, realistis, kreatif, dan
dinamis. Roger pun berasumsi bahwa proses pembelajaran humanistik terdiri atas
lima prinsip, yakni hasrat belajar; hukum penuh makna, hukum kedekatan, hukum
ketetapan, dan hukum kontinuitas.
Di
sisi lain, Habermas juga memiliki pandangan terkait teori belajar humanistik.
Baginya, teori belajar humanistik bersifat ekletik dan tidak hanya memiliki
satu tipe, melainkan tiga tipe, yakni: (1) tipe belajar teknis, (2)tipe belajar
praktis, dan (3) tipe belajaremansipatoris. Pandangan-pandangan dari kedua
tokoh tersebut pada dasarnya tidak saling bertentangan, melainkan saling
berkontribusi dalam membentuk hakikat teori belajar humanistik secara utuh.
B.
Saran
Demikian
paparan materi yang dapat kami paparkan. Besar harapan kami, makalah ini dapat
bermanfaat untuk banyak kalangan, terutama bagi pihak-pihak yang turut berperan
dalam proses penyelenggaraan pendidikan. Sejatinya, keterbatasan pengetahuan
dan referensi, menjadikan kamisadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran pembaca sangat diharapkan agar
menjadikan motivasi untuk menulis makalah yang lebih baik kedepannya.
DAFTAR RUJUKAN
Atrisna. Tanpa tahun. Implikasi Teori Belajar Carl Rogers dalam Pendidikan. (Online), (https://sumsel.kemenag.go.id/files/sumsel/file/file/TULISAN/niky1331701927.pdf),
diakses pada 25 Agustus 2017.
Businingsih, A. C. 2015. Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Farida, I.A. 1999. Belajar dan
Pembelajaran Bahasan: Pendekatan Pembelajaran Humanistik. Malang: IKIP
Malang.
Fink, D.L. Tanpa tahun. What Is
“Significant Learning”?. (Online), (https://www.wcu.edu/WebFiles/PDFs/facultycenter_SignificantLearning.pdf),
diakses pada 25 Agustus 2017.
Imron, Ali. 1955. Teori Belajar
Pembelajaran. Malang: IKIP Malang.
Thobroni, M. 2015. Belajar dan
Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Wahyudin, Yuyun. 2009. Teori BelajarHumanistik Carl Ransom Rogers dan
Implikasinya Terhadap Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. (Online), (digilib.uin-suka.ac.id/2852/1/BAB%20I%2C%20V.pdf)
diakses pada 26 Agustus 2017.
0 komentar:
Posting Komentar