Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Opini Pendidikan Mengenai UNBK


Ujian Nasional Berbasis Komputer, Apakah Perlu Di Audit Kembali?
 Gambar terkait
 
Manusia merupakan sumber daya nyata yang menjadi banyak pusat perhatian bagi banyak kalangan. Pada hakikatnya, manusia memiliki peran yang besar dalam menentukan kemajuan sebuah organisasi baik di lembaga pendidikan maupun di lembaga-lembaga lainnya. Karena disini manusia yang menggerakkan serta menjalankan organisasi tersebut. Adapun sumber daya yang dikontribusikan antara lain: fisik, knowladge, dan social. Maka dari itu peranan Sumber Daya Manusia (SDM) sangat berperan penting dalam bidang pendidikan maupun bidang-bidang yang lainnya.
Salah satu diantara banyak bidang-bidang maupun lembaga yang bergerak di suatu organisasi salah satunya adalah pendidikan. Pendidikan sendiri merupakan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah antara guru dan siswa guna untuk memperoleh pengetahuan. Orangtua tentunya menyekolahkan anaknya agar anaknya nantinya dapat menjadi orang yang sukses dan berguna bagi sekitarnya. Banyak usaha serta pengorbanan yang dilakuan orangtua terhadap anaknya agar dapat menjadi yang terbaik di sekolahnya seperti menyuruh anaknya bimbingan belajar di lembaga bimbingan belajar di luar rumah sampai menyuruh les privat di rumahnya sendiri. Hal-hal tersebut adalah bentuk usaha dari orangtua agar anaknya dapat menjadi siswa yang berprestasi di sekolahnya.
Semakin lama sistem yang diterapkan di dunia pendidikan terus berkembang bahkan mengalami pergantian seperti sistem kurikulum, sistem ujian nasional dan lain-lainnya. Dahulu ujian nasional pada saat pelaksanaannya masih menggunakan kertas baik mulai Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Akan tetapi semakin berkembangnya zaman serta teknologi, sistem ujian yang dilaksanakan di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) yang dulunya masih menggunakan kertas sekarang sudah menggunakan komputer, atau yang lebih dikenal dengan UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer).
Tentunya dengan adanya pergantian sistem ini, masih menuai beberapa pro-kontra dari masyarakat maupun dari siswa nya sendiri. Di sisi lain salah satu dampak positif dengan adanya UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) adalah mengurangi produksi kertas dalam jumlah yang banyak. Akan tetapi masih ada beberapa hambatan yang terjadi di lapangan pada saat pelaksanannya. Masih terdapat ganggungan jaringan atau Wi-Fi yang kadang koneksi nya masih terganggu. Pada saat inilah siswa peserta ujian merasa panik ketika sudah siap untuk ujian akan tetapi masih terdapat kendala pada computer yang akan dipakainya.
Tentunya pemerintah sebelum menetapkan suatu kebijakan yang baru sudah memikirkan dampak positif muapun negatifnya. Alangkah baiknya pemerintah yang bergerak di bidang pendidikan melakukan tolak ukur anatara UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) dengan ujian nasional yang menggunakan kertas. Hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas ujian nasional siswa. Selain itu, juga harus memperhatikan kondisi sarana dan prasarana yang ada di sekolah. Jika komputer yang terdapat di suatu sekolah jumlahnya minim, nantinya siswa peserta ujian akan melaksanakan ujian nasional secara bergantian. Untuk melaksanakan UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer), tidak hanya pemerintah yang melakukan himbauan, akan tetapi peran dari masing-masing pihak sekolah juga sangat penting. Pihak sekolah baik kepala sekolah maupun guru serta staff-staff lainnya juga perlu pengecekan ulang serta melakukan himbauan persiapan sebelum hari H pelaksanaan ujian. Terutama dalam hal pengecekan komputer serta jaringan-jaringannya.
Untuk menerapkan suatu sistem baru memang tidaklah mudah. Diperlukan banyak usaha serta implementasi langsung untuk mencapainya. Pro-kontra selalu ada, tergantung bagaimana nantinya menyikapinya. Mengingat hal ini berdampak  pada kualitas pendidikan kedepannya, diharapkan untuk kedepannya pemerintah dapat menyamaratakan pelaksanaan UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) yang ada di Indonesia, hingga ke daerah yang pelosok. Meskipun masih minim komputer di beberapa sekolah yang membuat peserta ujiannya melakukan ujian bergantian, maka pihak sekolah baik kepala sekolah, guru, maupun staff karyawan lainnya melakukan audit internal.
Apa saja yang menjadi kendala pada saat ujian berlangsung, nantinya dapat di musyawarahkan bersama-sama. Maka dari itu alangkah baiknya setiap sekolah melaksanakan audit secara teratur. Apabila nantinya terdapat masalah yang ditemukan, maka dapat dicarikan solusinya bersama-sama sehingga untuk kedepannya pelaksanaan tersebut tidak menjadi penyakit yang berkelanjutan bagi sekolah untuk kedepannya. Adanya audit nantinya dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi masing-masing sekolah yang melakukan audit itu sendiri. Lalu hasil dari audit yang sudah dilaksanakan oleh masing-masing sekolah dapat juga menjadi masukan atau evaluasi untuk pihak pemerintah sebagai langkah awal untuk melaksanakan audit eksternal.



















  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

TEORI BELAJAR HUMANISTIK DAN PENERAPANNYA


TEORI BELAJAR HUMANISTIK DAN PENERAPANNYA
MENURUT CARLR R. ROGERS DAN HABERMAS


Gambar terkait
 

A.    Hakikat Teori Belajar Humanistik Menurut Carl R. Roger
Berikut akan dipaparkan sub bab – sub bab dalam mengkaji hakikat teori belajar humanistik menurut Carl R. Roger.
1.      Pengertian Teori Belajar Humanistik
Imron (1995:12) mengatakan bahwa salah seorang tokoh psikologi humanistik, Carl R. Rogers memiliki asumsi bahwa siswa yang belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan belajar dengan bebas. Selain itu, siswa juga diharuskan mandiri serta dapat membebaskan dirinya, agar dapat mengambil keputusan secara mandiri dan berani bertanggung jawab atas keputusan-keputusan yang telah dibuat. Dengan demikian, anak dicetak sebagai dirinya sendiri dan tidak bergantung pada orang lain. Ia diibaratkan sebagai arsitek bagi dirinya sendiri, sehingga mampu mengatur dan mengelola diri sendiri.
Psikologi humanistik berkeyakinan bahwa anak termasuk mahkluk yang unik, beragam, serta berbeda antara satu dengan yang lainnya. Keberagaman tersebut yang membuat masing-masing individu memiliki sisi unik yang berbeda dan bervariasi. Dengan demikian, seorang pendidik atau guru  tidak membentuk anak seperti robot yang seorang guru kehendaki, melainkan membantu memantapkan visi yang telah ada pada anak itu sendiri. Keberagaman anak tidak saja dari segi lahir melainkan yang utama adalah dari segi batinnya. Oleh karena itu, pemahaman terhadap karakter anak tidak dapat dilakukan dengan menggunakan perspektif orang yang memahami, melainkan dengan persfektif orang yang dipahami.
2.      Karakteristik Significant Learning
Dalam teori belajar humanistik yang diusung oleh Carl R. Rogers terdapat istilah significant learning. Fink (t.t:1) menyatakan bahwa signifacnt learning merupakan proses pembelajaran yang pada saat proses perencanaan, guru memikirkan jenis dan model pembelajaran apa yang akan diterapkan pada proses pembelajaran di kelas. Hal ni, agar proses pembelajaran yang berlangsung di kelas benar-benar signifikan dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh siswa.Berikut karakteristik significant learning menurut Carl R. Rogers dalam Farida (1999:3) yaitu:
a.    Ada keterlibatan individu. Keseluruhan individu harus terlibat dalam proses belajar baik aspek kognitif maupun afektif.
b.    Inisiatif belajar timbul dari dalam diri individu sendiri. Meskipun stimulus datang dari luar, akan tetapi keinginan untuk memahami dan mengerti serta menemukan harus timbul dalam diri individu sendiri.
c.    Hasil belajarnya meresap dalam diri individu. Dari sekian banyak rupa hasil belajar yang diterima seseoraang dapat menyebabkan perubahan pada perilaku, sikap, bahkan kepribadian pada individu tersebut.
d.    Hasil belajar dievaluasi oleh individu sendiri. Farida (1999:3) mengatakan bahwa individu hendaknya mampu mengoreksi apa saja kesalahan atau kekurangan pada dirinya sendiri, sehingga bisa memperbaikinya agar menjadi lebih baik dari sebelumnya.
e.    Pengalaman belajar merupakan sesuatu yang berarti bagi individu. Sahakian (1976) dalam Farida (1999:5) menyatakan bahwa penerapan proses significant atau experiental learning dapat dilihat pada seorang remaja yang sedang mengeksplor atau mencari tahu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan apa yang menjadi minatnya. Maka, lahirlah sebuah pertanyaan tentang bagaimana langkah tepat dalam menstimulasi significant learning pada siswa. Menurut Rogers, hal ini dapat dilakukan dengan cara mengganti sistem pendidikan konvensional dengan sistem pendidikan yang baru dengan aktivitas belajar yang tidak ditentukan oleh kurikulum akan tetapi oleh siswa. Rogers juga tidak menyetujui adanya tes-tes yang diberikan kepada siswa. Baginya, tujuan pendidikan merupakan suatu hal yang terpenting dan pendidikan seharusnya membantu siswa untuk mengembangkan sikap percaya diri dalam belajar. Bukan justru menghasilkan individu-individu yang ‘lumpuh’ dan tidak mampu mengandalkan dirinya sendiri melalui rasa bersalah saat gagal menyelesaikan tes.
3.      Tujuan Pendidikan Humanistik
Rogers dalam Farida (1999:5) lebih lanjut memberi sebuah penjelasan, yakni dengan significant learning, individu memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut.
a.    Mampu memfungsikan semua potensi yang ada dalam dirinya secara luas dan bebas.
b.    Realistis, yakni mampu menempatkan dirinya di segala situasi dan kondisi, serta bertingkah laku secara tepat di lingkungannya.
c.    Kreatif, yaitu bentuk spesifikasinya tidak mudah ditebak oleh individu lain serta senantiasa memiliki ide-ide yang berbeda.
d.    Berubah dan berkembang secara terus menerus serta menemukan hal-hal baru dalam keberhasilannya
Sahakian (1976) dalam Farida (1999:6) menyebutkan bahwa Rogers berpendapat jika orang-orang yang memiliki karakteristik-karakteristik tersebut merupakan orang-orang yang mampu mengaktualisikan diri, membuat simbol dari pengalaman-pengalaman yang telah dilalui secara tepat dalam kesadaran, dan kemudian memiliki pandangan hidup yang selaras dan seimbang dengan pengalaman tersebut. Selain itu, orang-orang yang demikian merupakan individu yang menghargai dirinya sendiri serta memiliki rasa peduli terhadap sesama.



4.      Prinsip-Prinsip Belajar Humanistik
Imron (1955:13) menjelaskan bahwa setidaknya terdapat lima prinsip yang harus diperhatikan dalam belajar humanistik dari sudut pandang Carl R. Rogers. Berikut paparan dari kelima prinsip tersebut.
a.       Hasrat untuk belajar.
Hasrat untuk belajar merupakan suatu hal yang alamiah bagi manusia. Hal ini disebabkan oleh rasa keingintahuan manusia mengenai dunia dan isinya. Hasrat ingin tahu ini kemudian menyebabkan manusia ingin mencari jawaban atas semua pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam dirinya. Pada saat mencari jawaban-jawaban inilah manusia akan melalui aktivitas-aktivitas belajar.
b.      Hukum penuh makna.
Menurut hukum ini, pengamatan terhadap objek tersebut sangat bermakna bagi seseorang, baik dalam bentuk, ukuran, warna , dan lain sebagainya.
c.       Hukumkedekatan.
Menurut hukum ini, sesuatu yang berdekatan akan cenderung membentuk satu kesatuan.
d.      Hukum ketutupan.
Menurut hukum ini, hal-hal yang tertutup juga membentuk suatu kesatuan.
e.       Hukum kontinyuitas
Menurut hukum ini, hal-hal yang merupakan kontinyuitas akan membentuk suatu kesatuan.
5.      Hubungan Guru sebagai Fasilitator dengan Siswa dalam Pendekatan Humanistik
Sahakian (1976) dalam Farida (1999:14) menjelaskan bahwa dalam pendekatan humanistik, guru berperan sebagai fasilitator dan siswa juga merupakan suatu perhatian yang penting. Lantas, agar significant learning dapat berlangsung, Rogers dalam Farida (1999:14) mengatakan bahwa hubungan antara fasilitator dan siswa harus mendapat perhatian dan harus dibina. Oleh karena itu, sikap yang penting untuk dimiliki fasilitator dalam Farida (1999:14) adalah:
a.       Kemurnian dan Ketulusan (Realness and Genuiness), yakni penting bagi fasilitator untuk menjadi diri sendiri dalam berhubungan dengan siswa, tanpa menampilkan kepura-puraan.
b.      Menghargai, menerima, dan mempercayai. Fasilitator yang melakukan hal ini secara tidak langsung menunjukkan penerimaan terhadap individu lain sebagai individu yang berbeda dan cukup berharga untuk dapat dipercaya. Selain itu, seorang fasilitator yang memiliki sikap ini, juga dapat memahami dan menerima ketakutan atau keragu-raguan siswa dalam menghadapi suatu problem, serta mau berbagi kepuasan dan kesenangan dengan siswa apabila mereka berhasil mencapai suatu prestasi.
c.       Sahakian (1976) dalam Farida (1999:15) mengatakan kemampuan untuk memahami perasaan siswa dan mengerti mengapa reaksi tertentu dimunculkan oleh siswa, serta kepekaan terhadap bagaimana siswa mengalami proses belajarnya.

B.       Penerapan Teori Belajar Humanistik Menurut Carl R. Rogers
Menurut Atrisna (t.t:1) belajar pada dasarnya menekankan pentingnya isi dari proses belajar yang bersifat eklektik dengan sebuah tujuan yakni memanusiakan manusia atau mencapai aktualisasi diri. Penerapan teori humanistik Carl R. Rogers dalam pembelajaran, menjadikan guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif (berfikir dari hal-hal khusus ke umum), mementingkan pengalaman pribadi, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Hal inidapat diaplikasikan melalui kegiatan diskusi dan membahas materi pelajaran secara berkelompok,sehingga siswadapatmengemukakan atau menyampaikan pendapat pribadi masing-masing di depan kelas. Guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa apabila siswa tersebut kurang paham terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan.Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini sangat sesuai apabila diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani (perasaan), perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena lingkungan sosial.Indikator dari keberhasilan penerapan ini adalah siswa merasa senang, bergairah, dan berinisiatif dalam belajar, serta terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan mereka sendiri.
Menurut Wahyudin (2009:88) guru yang baik menurut teori iniadalah guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis, serta mampu berhubungan dengan siswa dengan wajar. Ruang kelas juga harus lebih terbuka dan mampu menyesuaikan pada perubahan-perubahan yang ada.Sedangkan guru yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah, tidak sabaran, suka melukai perasaan siswa dengan perkataan yang menyakitkan, otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang ada. Teoribelajarhumanistik Rogers juga menitik beratkan kepada metode student-centered, dengan menggunakan "komunikasi antar pribadi" yaitu proses pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan cara mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki siswa untuk dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi. Hal yang terpentingbagi Rogers dalam proses pembelajaranadalah proses suasana (emotional approach) dalam suatu belajar bukan hasil dari belajar. Seorang guru harus lebih tanggap terhadap kebutuhankasihsayangdalam proses pendidikan. Perasaangembira, tidaktertekan, dannyamanadalahhal yang dinginkandalam proses pembelajaran.
Contoh penerapan teori belajar Rogers menurut Atrisna (t.t:2) diterapkan pada pembelajaran di Sekolah Alam Jakarta. Peserta didik mampu menggabungkan atau mengkaitkan pelajaran dengan kehidupan nyata, juga dapat mengkaitkan hubungan antar pelajaran yang telah mereka terima di sekolah. Di Sekolah Alam Jakarta tidak hanya peserta didik yang belajar, guru pun juga belajar dari peserta didik sehingga timbul hubungan timbal balik. Begitu pula orang tua yangjuga belajar dari guru dan peserta didik. Peserta didik tidak hanya belajar di dalam kelas, tetapi mereka juga belajar dimana saja dan dari siapa saja. Selain belajar dari buku, Peserta didik juga belajar dari alam sekitarnya. Peserta didik bukan belajar untuk mengejar dan mendapat nilai, tetapi mereka belajar untuk dapat memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.
Suatu tema di sekolah alam ditegaskan atau dimunculkan dalam semua mata pelajaran. Dengan demikian, pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran bersifat integratif, komprehensif, dan aplikatif sekaligus juga dapat memahami kemampuan dasar yang ingin ditumbuh kembangkan kepada peserta didik. Kemampuan-kemampuan tersebut meliputi kemampuan membangun rasa keingintahuan, melakukan penelitian, membuat hipotesa, serta kemampuan berfikir ilmiah. Melalui metode spider web, mereka belajar tidak hanya dengan mendengar penjelasan dari guru, tetapi juga dengan melihat, menyentuh, merasakan, dan mengikuti keseluruhan proses dari setiap pembelajaran. Di sini, siswa juga diarahkan untuk memahami potensi dasarnya sendiri. Setiap anak dihargai kelebihannya dan dipahami kekurangannya. Dengan begitu, berbeda pendapat dengan guru bukanlah hal yang tabu.
Menurut teori Rogers, dalam kesehariannya di sekolah alam tidak ditemukan proses belajar dalam artian “formal” dan konvensional sama sekali. Dalam sekolah alam, rasa keingintahuan peserta didik dapat tersalurkan. Apapun keinginan mereka dapat ditemukan di sekolah alam. Peserta didik diberikan kebebasan untuk memuaskan keingintahuan mereka tanpa dihalangi oleh ruang kelas, seragam, peraturan sekolah yang “mematikan” daya kreativitas, maupun guru yang terlalu mengatur, sehingga mereka dapat menemukan sesuatu yang penting dan berarti tentang diri mereka sendiri dan dunia sekitar dalam kegiatan belajar. Peserta didik tidak hanya belajar dari teori-teori yang dijelaskan oleh guru, tapi mereka justru memperoleh pengetahuan dari apa yang mereka amati dan mereka perhatikan melalui proses belajar di alam.
Belajar di alam terbuka secara naluriah akan menimbulkan suasana gembira, tanpa tekanan dan jauh dari kata bosan. Dengan demikian, akan tumbuh kesadaran pada siswabahwa belajar itu menyenangkan (learning is fun), dan sekolah pun menjadi identik dengan hal yang menggembirakan. Peserta didik tidak hanya belajar dengan mendengar penjelasan dari guru, tetapi juga dengan melihat, menyentuh, merasakan dan mengikuti keseluruhan proses dari setiap pembelajaran. Di sini, peserta didik juga diarahkan untuk memahami potensi dasarnya sendiri dan belajar secara aktif dan guru berperan sebagai fasilitator. Proses pembelajaran dilakukan dengan cara mengajak peserta didik memiliki logika berpikir yang baik dan mencermati alam sekitarnya yang notabennya menjadi media belajar dengan metode action learning dan diskusi.

C.       Hakikat Teori Belajar Humanistik Menurut Habermas
Berikut akan dipaparkan sub bab – sub bab dalam mengkaji hakikat teori belajar humanistic menurut Habermas.
1.      Pengertian Teori Belajar Humanistik
Secara umum, teori humanistik berpendapat bahwa berbagai macam teori belajar dapat dimanfaatkan, asal mampu mengantarkan manusia mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal. Hal ini secara tidak langsung menjelaskan bahwa teori humanistik bersifat eklektik. Terdapat sejumlah tokoh penganut aliran humanistik, salah satunya yakni Habermas. Proses belajar menurut Habermas dalam Budiningsih (2015:73) baru akan terjadi jika terdapat interaksi antara individu dengan lingkungan belajarnya, yang terdiri atas lingkungan alam dan lingkungan sosial. Oleh karena itu, Uno (2008:16) dalam Thobroni (2015:136) mengatakan bahwa interaksi dengan lingkungan maupun sesama manusia sangat mempengaruhi proses belajar.



2.      Tipe-TipeBelajar Humanistik
Berdasarkan asumsi-asumsi yang telah dibangun sebelumnya terkait teori belajar humanistik, maka Habermas dalam Budiningsih (2015:73-74) membagi tipe belajar ke dalam tiga bagian, yakni sebagai berikut.
a.    BelajarTeknis (Technical Learning).
Pada tahap ini, siswa belajar untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Oleh karena itu, ditekankan pada peningkatan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan siswa untuk menguasai dan mengelola alam dengan baik. Oleh karena itu, Habermas dalam Budiningsih (2015:73) menegaskan bahwa ilmu yang dianggap penting dalam belajar teknis ialah ilmu-ilmu alam atau sains.
b.    BelajarPraktis (Practical Learning)
Belajar praktis mengajarkan siswa untuk berinteraksi, dengan orang-orang di sekelilingnya (lingkungan sosial). Pada tahap ini, kegiatan belajar lebih mengutamakan terjadinya interaksi harmonis antara sesama manusia. Habermas dalam Budiningsih (2015:74) percaya bahwa pemahaman dan keterampilan seseorang dalam mengelola lingkungan alamnya tidak dapat dipisahkan dengan kepentingan manusia pada umumnya. Oleh karena itu, interaksi antara individu dengan lingkungan alam mampu dikatakan benar, jika relevan dengan kepentingan manusia. Bidang-bidang ilmu yang terkait dengan sosiologi, komunikasi, psikologi, antropologi, dan semacamnya sangat diperlukan dalam tahap ini.
c.    BelajarEmansipatoris (Emancipatoris Learning)
Pada tahap belajar emansipatoris, siswa berusaha mencapai pemahaman sebaik mungkin tentang perubahan kultural dari suatu lingkungan. Oleh karena itu, ilmu-ilmu yang berhubungan dengan budaya dan bahasa sangat diperlukan. Menurut Habermas dalam Budiningsih (2015:74), tahap belajar yang paling tinggi ialah pada saat siswa mampu memahami dan menyadari transformasi kultural. Hal ini dikarenakan, transformasi kultural merupakan tujuan pendidikan yang paling tinggi.
D.     Penerapan Teori Belajar Humanistik Menurut Habermas
Berikut paparan wujud penerapan teori belajar humanistic menurut Habermas dalam proses pembelajaran di sekolah.
1.         Belajar Teknis
Dalam belajar teknis, siswa belajar bagaimana berintegrasi dengan alam sekitarnya. Oleh karena itu, guru dapat memberikan materi pembelajaran yang berwawasan lingkungan alam pada siswa, yang dapat disampaikan melalui beberapa teknik mengajar seperti berikut.
a.         Teknik ceramah, yakni guru dapat menyampaikan secara lisan kepada siswamengenai tata cara yang tepat dalam mengelolaalam sekitar.
b.        Teknik tanya jawab, yakni guru dapat menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan alam sekitar kepada siswa, kemudian siswa akan menjawabnya.
c.         Teknik diskusi, dilakukan oleh guru dengan memberikan permasalahan-permasalahan seputar lingkungan alam dan siswa mencari jalan keluar dengan melakukan diskusi.
d.        Teknik pemberian tugas, yakni guru dapat memberikan pekerjaan rumah atau sekolah yang berkaitan dengan lingkungan sekitar kemudian hasilnya dilaporkan didepan kelas.
e.         Teknik inkuiri, dilakukan dengan cara memberikan kesempatan kepada siswa untuk meneliti lingkungan sekitar secara mandiri, agar nantinya mampu memahami hubungannya dengan lingkungan sekitar secara nyata.
2.         BelajarPraktis
Dalam belajar praktis, siswa berintegrasi terhadap diri dan orang-orang disekelilinnya. Dalam konsep belajar praktis, berikut contoh materi yang dapat disampaikan oleh guru kepada siswa.
a.       Materi pembelajaran praktis yang pertama, yakni terkait kebiasaantepatwaktu. Siswa diberi pemahaman bahwa dia sebagai bagian dari masyarakat perludatangsesuaidenganwaktu yang sudahdijanjikan atau ditetapkan. Kemudian, siswa diberi contoh nyata, salah satunya yakni terkait tata tertib sekolah yangmengharuskansiswa datangtepatwaktukesekolah dan kebijakan ini tentu harus dilaksanakan oleh siswa.
b.      Materi pembelajaran praktis yang kedua, yakni terkait kebiasaan mendengarkan. Guru memberi pemahaman kepada siswa bahwa dia sebagai individu sosial perlu belajar untuk berhenti berbicara dan sungguh-sungguh mendengarkan saat orang lain berbicara. Kemudian, guru memberi contoh nyata yakni, saat di kelas,siswa dihimbau untuk belajar mendengarkan dan memahami materi yang telah diberikan oleh guru.
Melihat kedua contoh materi dalam konsep belajar praktis, guru mengajarkan datang tepat waktu dan kebiasaan mendengarkan orang lain berbicara merupakan hal-hal yang harus diterapkan dalam kehidupan sosial. Keteladan guru, orang tua,dan masyarakat merupakan kunci utama dalam konsep belajar praktis.
3.         BelajarEmansipatoris
          Belajar emansipatoris lebih menekankan pada usaha seseorang untuk memahami dan menyadari perubahan atau transformasi budaya dalam lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, disekolah perlu adanya pembelajaran atau bidang ilmu yang berkaitan dengan budaya dan bahasa, yakni seperti mata pelajaran seni budaya disekolah, serta mata kuliah pelajaran asing (bahasa inggris, jepang, jerman, prancis, dll). Hal tersebut tentu bertujuan agar siswa dapat memahami dan menyadari transformasi budaya.
Salah satu sekolah yang telah menerapkan ketiga tipe belajar tersebut, yakni SD Al-Furqan Jember. Pada tipe belajar teknis, guru turut memberikan materi yang sarat akan wawasan lingkungan. Sesekali siswa juga diajak belajar di halaman, agar siswa mengetahui dan mengenali secara langsung jenis-jenis tumbuhan yang ada di sekitar dan nantinya mampu memahami bagaimana pola hubungan yang tepat antara siswa dengan lingkungan alam. Pada implementasi tipe belajar praktis, guru juga menyelipkan materi yang mampu membantu siswa dalam mengenali hakikatnya sebagai makhluk sosial. Materi-materi ini teringkas dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Sedangkan tipe belajar emansipatoris, diwujudkan sekolah dengan menyajikan sejumlah mata pelajaran seni dan bahasa. Di SD Al-Furqan Jember, siswa tidak hanya diajak untuk mempelajari bahasa indonesia dan bahasa inggris, melainkan juga bahasa arab.


BAB III
PENUTUP
Pada bab ini diuraikan tentang (a) Simpulan dan (b) Saran.
A.       Simpulan
     Carlr R. Rogers berpendapat bahwa  teori belajar humanistik mengharuskan siswa belajar dengan bebas dan tanpa dipaksa. Hal ini, tentu bertujuan agar siswa dapat bertanggungjawab atas keputusan yang diambil. Dalam pendidikan humanistik terdapat pulaproses pembelajaran signifikan (significant learning), yang jika dilaksanakan dengan baik oleh guru, maka mampu menjadikan siswa ahli dalam memfungsikan semua potensi yang dimiliki, realistis, kreatif, dan dinamis. Roger pun berasumsi bahwa proses pembelajaran humanistik terdiri atas lima prinsip, yakni hasrat belajar; hukum penuh makna, hukum kedekatan, hukum ketetapan, dan hukum kontinuitas.
     Di sisi lain, Habermas juga memiliki pandangan terkait teori belajar humanistik. Baginya, teori belajar humanistik bersifat ekletik dan tidak hanya memiliki satu tipe, melainkan tiga tipe, yakni: (1) tipe belajar teknis, (2)tipe belajar praktis, dan (3) tipe belajaremansipatoris. Pandangan-pandangan dari kedua tokoh tersebut pada dasarnya tidak saling bertentangan, melainkan saling berkontribusi dalam membentuk hakikat teori belajar humanistik secara utuh.
B.       Saran
            Demikian paparan materi yang dapat kami paparkan. Besar harapan kami, makalah ini dapat bermanfaat untuk banyak kalangan, terutama bagi pihak-pihak yang turut berperan dalam proses penyelenggaraan pendidikan. Sejatinya, keterbatasan pengetahuan dan referensi, menjadikan kamisadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran pembaca sangat diharapkan agar menjadikan motivasi untuk menulis makalah yang lebih baik kedepannya.




DAFTAR RUJUKAN
Atrisna. Tanpa tahun. Implikasi Teori Belajar Carl Rogers dalam Pendidikan. (Online), (https://sumsel.kemenag.go.id/files/sumsel/file/file/TULISAN/niky1331701927.pdf), diakses pada 25 Agustus 2017.
Businingsih, A. C. 2015. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Farida, I.A. 1999. Belajar dan Pembelajaran Bahasan: Pendekatan Pembelajaran Humanistik. Malang: IKIP Malang.

Fink, D.L. Tanpa tahun. What Is “Significant Learning”?. (Online), (https://www.wcu.edu/WebFiles/PDFs/facultycenter_SignificantLearning.pdf), diakses pada 25 Agustus 2017.

Imron, Ali. 1955. Teori Belajar Pembelajaran. Malang: IKIP Malang.

Thobroni, M. 2015. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Wahyudin, Yuyun. 2009. Teori BelajarHumanistik Carl Ransom Rogers dan Implikasinya Terhadap Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. (Online), (digilib.uin-suka.ac.id/2852/1/BAB%20I%2C%20V.pdf) diakses pada 26 Agustus 2017.


















  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pendistribusian Sarana dan Prasarana Sekolah

PENDISTRIBUSIAN SARANA DAN PRASARANA       Pendistribusian Sarana dan Prasarana P endistribusian sarana dan prasarana merup...